widgets

23.4.13

Katanya Pelajar ITB Sombong? 'The existence of Brainwashing'

Dilingkungan profesional, terdapat paradigma yang mengatakan bahwa setiap universitas memiliki karakteristik lulusan tersendiri. Anak atau alumni ITB memang banyak dikenal memiliki sifat yang kaku, sombong, dan sulit bergaul.



Disclaimer :
Tulisan ini merupakan hasil observasi kami sebagai Rekruiter selama 4 tahun terakhir. Mohon jangan di generalisasi. Kalau ada yang tersinggung, mohon maaf ya :)

Adalah sebuah rahasia umum di mana terdapat berbagai tipe pekerja berdasarkan tempat belajarnya. 
Anak UGM di kenal lugu, tidak neko-neko, dan rendah hati.
Anak UI di kenal fleksibel dan cepat belajar.
Anak ITB di kenal sebagai 'pemikir makro', besar omong dan kaku luar biasa.
Apakah stereotipe ini benar adanya? Dari pengamatan yang di lakukan selama rentang 4 tahun belakangan, beberapa karakteristik dapat di verifikasikan.
Anak UGM memang terbukti lugu, tidak ambisius.
Anak UI dengan fleksibilitasnya,
dan anak ITB dengan kekakuan dan kesombongannya.

Tidak hanya ITB Junior, tapi senior ITB juga terjangkit virus kaku dan sombong ini. Kekakuan yang mereka tunjukkan dapat di maklumi karena mereka adalah orang" teknik.
Secara ilmiah, sudah pernah di buktikan bahwa ilmu" eksak, terutama teknik memang membentuk pribadi yang kaku. Selanjutnya, virus sombong.

Pernah dengar cerita Narcissus? Inilah penyakit yang menjangkiti hampir seluruh anak ITB.
Hampir semua anak ITB yang di temui memiliki gejala self-oriented yang begitu tinggi. Bukan sekali atau 2 kali anak ITB yang berbicara tentang prestasi dan mimpi mereka. Mimpi atau cita" biasanya diskalakan dalam ukuran makro:
"Proyek..Nasional" "Se-Indonesia" adalah kata-kata yang sering di dengar. Diucapkan dengan mimik muka luar biasa yakin dan nada tinggi. Ketika bicara soal jejaring, mereka selalu mau menjadi "yang kenal dengan..." (Biasanya orang" terkenal, minimal menteri). Mereka juga bukan anggota tim yang baik karena selalu mau menang sendiri. Hal ini biasanya terjadi dalam lingkungan kerja non-ITB. Yang terakhir, mereka adalah pemuja diri sendiri.

Appraisal bagaimana yang mereka lakukan? Begini kira" contohnya :
Lulusan ITB ketika di tanya soal prestasinya dia berulang kali menekankan hal-hal berikut :
1. Pencapaian nilai kimia yang sempurna (100) dimana hanya terjadi 5 tahun sekali, orang satu"nya di antara 1.400 mahasiswa lain (di ulang 3 kali)
2. Pemimpin yang sangta baik, excellent. (di ulang 3 kali)
3. Sangat bisa segalanya
4. Semua orang kenal saya
5. Ada lowongan regional manager Asia tapi tidak di ambil dan kalaupun dia yang maju, sekitar 98% kemungkinan dia pasti jadi (di ulang 2 kali).
Dan hal-hal tersebut di ceritakan berulang-ulang, dengan berulang kali penghentian kalimat pada bagian" tertentu.
Hal ini untuk memberi efek penekanan dan pujian (memang dia mengharapkan itu). Perilaku yang ia tunjukkan selama wawancara adalah "You listen to me, and answer my questions. Dedicate your time for me. Yoe need me."
Ketika hal tersebut diceritakan dengan terlalu bersemangat, dengan nada sombong dan penuh keyakinan, hal tersebut jadi memuakkan.

Pertanyaan :
Ada apa sebenarnya dengan para alumni ini? Apa sebenarnya yang di ajarkan di ITB? Kenapa para lulusannya memiliki kesombongan terprogram yang secara kolektif terjadi? Kalau denger", ini berasal dari 'cuci otak' pada masa plonco. Sumber lain mengatakan ini juga berasal dari persaingan internal ITB yang 'tidak sehat'. 
Semacam seleksi alam, dimana sang pemenang akan menjadi sangat berkuasa. Sifat inipun kemudian terbawa ke kehidupan kerja. Tapi ini baru asumsi dan opini sekelumat orang.

Pesan :
Kami sudah tau anda hebat, tetapi tidak perlu membesar-besarkan kehebatan anda. Kami tahu persis anda pintar, dan mungkin terpintar se-Indonesia. Biarkan prestasi anda yang berbicara. Kalau tidak bisa se-Indonesia, jadi paling pintar se-Bandung juga masih oke. Jangan biarkan image yang melekat di ITB adalah Prosedur Narsisus. Sudah cukup banyak Narsisus di negeri ini.
- Satrio Madigondo

Apa sih penyebab alumni ITB memiliki karakter seperti itu?
1. Ketika SMP atau SMA, anak SMP atau SMA sudah mendapat pandangan bahwa masuk ITB itu sulit. Yang bisa masuk ITB berarti hebat.
2. Ketika penyambutan awal, mahasiswa ITB sudah di sambut dengan kata-kata seperti "Selamat datang siswa-siswa terbaik bangsa."
3. Lingkungan kuliah membentuk para mahasiswa untuk bersaing dengan orang-orang yang hebat dan berprestasi tinggi.
4. Dosen ada yang menanamkan kebanggaan sendiri atau bertanggungjawab yang lebih dengan menjadi mahasiswa ITB.
5. Tugas-tugas kuliah dan soal ujian dengan tingkat kesuliatan yang super tinggi.
6. Dan masih banyak lainnya.

Namun yang kurang adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan menyampaikan pikirannya dengan baik. Sesungguhnya yang di butuhkan anak ITB adalah communication skill dan empati yang harus dilatih lebih banyak lagi. Poin" di atas juga dimiliki oleh universitas besar lainnya seperti UGM atau UI, tapi bedanya mereka memiliki lingkungan yang membangun unsur humaniora dan sosial mereka dengan baik.
Berbeda sekali dengan anak ITB yang lebih banyak aktifitas di kelas, laboratorium atau didalam kampus di bandingkan waktu mereka untuk bersosialis dengan teman" yang lain, sehingga anak ITB kurang bisa menempatkan diri dengan baik di lingkungan yang heterogen.

"Punya percaya diri yang tinggi itu perlu, tapi jika tidak di sertai dengan sikap yang baik, yang muncul adalah kesombongan"..

*Tapi bagaimanapun, gue masih ingin kuliah di ITB :)*

2 komentar:

Anonim mengatakan...

sebagus apapun ITB, indonesia tetap miskin dan terbelakang
karena itb hanya penghasil buruh dan kuli bagi perusahaan asing

salam ganesha !!!
salam buruh


alumni Institut terbaik (untuk) buruh
1999

Anonim mengatakan...

sebagus apapun ITB, indonesia tetap miskin dan terbelakang
karena itb hanya penghasil buruh dan kuli bagi perusahaan asing

salam ganesha !!!
salam buruh


alumni Institut terbaik (untuk) buruh
1999